Ali bin Abu Thalib termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Sejak remaja, beliau memang terkenal sangat pemberani. Selain itu, beliau adalah menantu Rasulullah SAW, karena menikahi putri Rasulullah SAW, Fatimah. Sebagian sahabat berpendapat, Ali merupakan sahabat yang pertama kali masuk Islam.
Ali dikenal sebagai sahabat muda yang pemberani, jagoan di medan perang, orator ulung, dan zahid kenamaan. Keberanian Ali ini sudah melegenda sejak dia remaja.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, Dia menggantikan Rasulullah tidur ditempat tidurnya, Ketika itu, kafir qurays mengepung rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ketika hendak disergap, ternyata, yang tidur di balai tempat tidur Nabi, ternyata Ali. Bukan Rasululullah.
Ali juga terkenal sebagai orang sangat amanah. Untuk itu, Rasulullah begitu percaya kepada beliau. Jika diberi titipan, pasti sampai ke pemiliknya.
Dia adalah salah seorang sekretaris Nabi yang menuliskan wahyu Dia adalah pembikin draft Perjanjian Hudaibiyah dan dia pula yang menolak penghapusan kata “Muhammad Rasulullah” dari draft itu, tatkala Rasulullah memintanya. Loyalitas dan cintanya kepada pemimpin dan junjungannya tidak mengijinkan jiwanya untuk melakukan kompromi seperti itu.
Ali pernah diutus ke Yaman untuk menyampaikan pesan-pesan islam kepada penduduk wilayah itu. Dan dia berhasil menyampaikan pesan Islam itu dengan sukses.
Dia kemudian kembali ke Madinah untuk menemani Rasulullah melakukan Haji Wada’ dan mendengar pidato Rasulullah yang sangat terkenal di Padang Arafah.
Pada saat kembali dari Arafah, Rasulullah mendapat wahyu ketika beliau berada di Ghadir Khum, “Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu. Dan jika kamu tidak kerjakan (apa yang diperintahkan, itu berarti), kamu tidak meryampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan manusia). Sesungguhnrya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS. AI-Maidah: 67)
Saat beristirahat di Ghadir Khum Rasulullah berpidato di depan sahabat yang mengikutinya, “Ali untukku laksana Harun terhadap Musa. Maka barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pimpinannya) dia juga harus meniadikan Ali sebaga maulanya“.
Selain itu, Ali selalu ikut serta bersama Rasulullah dalam perperangan, mulai dari perang Badar, Uhud, Khaibar, dan perang lainnya, kecuali perang Tabuk. Beliau tidak ikut perang Tabuk karena Rasulullah memerintahkannya untuk menggantikan Rasul di Madinah.
Dalam setiap perperangan, Ali memiliki kisah-kisah yang meleganda. Rasulullah pernah menyerahkan bendera kepadanya di banyak pertempuran. Bahkan Rasulullah mengatakan, “Kemenangan Khaibar ada di tangan Ali”. Said bin Musayyab mengisahkan, “Pada perang Uhud, Ali terkena enam belas kali sabetan pedang”.
Keberanian Ali di Perang Uhud
Perang Uhud dimulai dengan duel antara Ali bin Abi Thalib dengan Utsman bin Thalhah. Utsman bin Thalhah adalah pemegang panji kaum Musyrikin. Ia berulang kali menantang berduel sehingga Ali yang menjawab tantangannya. Ali berkata, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku tidak akan melepaskanmu hingga Allah menyegerakanmu masuk neraka dengan pedangku, atau Allah menyegerakanku masuk surga dengan pedangmu.” Maka keduanya saling menyerang hingga Ali berhasil menebas kakinya hingga putus. Utsman pun terjatuh sampai auratnya tersingkap. Ketika Ali hendak menghabisinya, Utsman berkata, “Aku menyumpahmu dengan nama Allah (jangan bunuh aku) demi kekerabatan kita.” Maka Ali berpaling dan tidak menghabisinya. Rasulullah Saw. bertakbir.
Sebagian sahabat bertanya pada Ali, “Kenapa engkau tidak menghabisinya?”
Ali menjawab, “Sepupuku menyumpahku dengan nama Allah demi kekerabatan kami ketika auratnya tersingkap, maka aku malu padanya.”
Utsman binThalhah kelak masuk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah atas ajakan Khalid bin walid.
Ketika Mush’ab bin Umair, selaku pemegang panji kaum muslimin di perang Uhud telah tewas terbunuh, Ali bin Abi Thalib menggantikannya memegang panji kaum muslimin. Keberanian Ali bin Abi Thalib nampak ketika tersebar berita terbunuhnya Nabi Saw.
Ali berusaha untuk mencari Nabi, ia memandang tidak ada gunanya lagi hidup jika Nabi telah gugur. Ali menghancurkan sarung pedangnya dan menyerang sambil menerobos musuh hingga berhasil mendekati Rasulullah Saw.
Ali merupakan salah satu orang yang tetap menjaga Rasulullah saat itu. Ia mendapat 16 luka pada hari itu. Setelah perang berakhir, Rasulullah langsung menyiapkan beberapa sahabat secara sukarela untuk mengejar pasukan musyrikin, guna menyelidiki pergerakan mereka. Rasulullah berkata, “Pergi dan kejarlah musuh, selidikilah apa yang mereka lakukan. Jika mereka menunggangi kuda-kuda mereka dan menggiring unta-unta mereka, maka mereka hendak menuju Madinah. Jika mereka sudah meninggalkan kuda dan menunggangi unta-unta mereka, maka mereka hendak kembali ke Mekah.”
Setelah kaum muslimin kembali ke Madinah, pagi harinya Rasulullah langsung menyiapkan pasukan untuk berperang kembali. Dalam kondisi terluka dan letih yang teramat Rasulullah hanya mengizinkan orang-orang yang ikut serta dalam perang Uhud. Abdullah bin Ubay berniat untuk bergabung dengan pasukan, namun Rasulullah menolaknya. Panji kaum muslimin dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Kaum muslimin berjalan hingga sampai pada daerah Hamraul Asad. Di sana kaum muslimin berkemah dan Rasulullah memerintahkan para sahabat menyalakan api pada malam hari. Sehingga api-api itu terlihat dari jarak jauh . hal ini menggetarkan dan menjatuhkan mental kaum kafir yang melihatnya. Mereka mengira pasukan kaum Muslim sangat banyak. Hal ini menunjukkan pentingnya perang psikologis . dan Rasulullah sebagai panglima perang sangat menguasai hal tersebut.
Keberanian Ali lainnya, saat perang Khaibar, Ali menjebol pintu benteng pertahanan musuh sendirian, sehingga pasukan Islam berhasil masuk benteng musuh dan menaklukan mereka. Kisah keberanian Ali ini patut diteledani oleh generasi muda.
Ali memandikan mayat Rasulullah dan dia pula yang menurunkan jenazahnya ke liang lahat. Kebersamaannya dengan Rasulullah yang lebih dari seperempat abad telah menanamkan berbagai nilai positif dalam dirinya, seperti keyakinan diri, keberanian dan keimanan.
Semua orang mengakui loyalitasnya, kebaikan budinya, keberaniannya, ilmunya yang luas dan penghayatanya yang sangat dalam terhadap ajaran-ajaran Al-Quran. Pengorbanannya yang tanpa pamrih untuk kepentingan Islam telah mendudukkan dirinya sabagai salah seorang dari sahabat Rasulullath yang mendapat jaminan masuk surga. Ali adalah seorang prajurit, seorang alim yang mampu memahami Al-Quran dengan ilmu pengetahuan yang luas dan dengan keimanan yang mantap.
Pada saat Abu Bakar menjadi khalifah diusianya yang keenam puluh tahun, Ali saat itu adalah seorang pemuda yang berumur tiga puluh tahunan. Orang orang sekelilingnya selalu meminta pendapatnya, Dia tetap menyatakan kesetiannya kepada ketiga khalifah dan mengakui abilitasnya dan integritastya. Ali memilki kontribusi yang besar dalam usaha konsolidasi Islam.
Andaikan bukan karena sikap kooperatinya, negara Islam yang baru tumbuh itu akan dilanda perang saudara sejak awal lahirnya. Ali sepenuhnya sadar atas kepercayaan yang diberikan Rasulullah. Dan dia dianggap salah seorang yang paling pantas untuk mengganti Rasulullah. Namun dia tidak menampilkan diri untuk menjadi kandidat khalifah.
Dia menolak tawaran yang diajukan Abbas, paman Nabi dan Abu Sufyan yang secara sukarela menyatakan dukungan dan kesetiaannya kepada Ali untuk menjadi khalifah Andaikata Ali mau maju sebagai kontestan, maka kesempatan untuk itu memang cukup terbuka, tapi Ali tak mau.
Sehingga dia dianggap sebagai seorang negarawan yang ulung ketika dengan setia mendukung Abu Bakar, Umar dan Utsman. Dia selalu menolak untuk melahirkan krisis dan ajakan untuk mendirikan kelompok atas nama dirinya.
Beliau tidak hanya berani dan jago perang, tetapi juga pintar, cerdas, dan zuhud. Sesuatu yang layak untuk kita jadikan contoh. Menjadi pemberani seperti Ali bin Abi Tholib
Sumber:
https://www.kompasiana.com/windrasandawai/5db94398d541df6f46186f32/ali-bin-abi-thalib-sebagai-delegasi-yang-pemberani