Nabi Muhammad SAW memiliki sahabat yang merupakan seorang saudagar kaya raya bernama Utsman bin Affan. Setelah Umar bin Khattab wafat, kekhalifahan Islam berganti ke Utsman yang menjadi khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin.
Beliau bernama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf al Umawy al Qurasy. Pada masa jahiliyyah, Utsman dikenal dengan nama Abu Abdillah. Utsman berasal dari Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah.
Utsman merupakan seorang pedagang kain yang kaya raya. Pada masanya, ia dikenal sebagai ahli ekonomi dan memiliki binatang ternak melebihi peternak lainnya. Dibalik kekayaannya, Utsman bukanlah orang yang pelit melainkan sangat dermawan dan peduli dengan orang lain.
Semasa hidupnya, bukan hanya menjadi saudagar yang dermawan, ia juga turut berjasa dalam hal membukukan Alquran.
Kepedulian dan kebaikan Utsman, rupanya dia pernah memberikan banyak bantuan ekonomi kepada umat Islam di awal berdakwahnya. Tak cuma termasuk dalam Khulafaur Rasyidin, Utsman juga digolongkan ke dalam As-Sabiqul Al-Awwalin, yang artinya orang-orang yang terdahulu masuk Islam dan beriman.
Dalam kisah percintaannya, Utsman telah menikah dua orang putri Nabi Muhammad SAW, yakni Ruqaiyyah dan Ummu Kultsum, sehingga dia mendapat julukan Dzun Nurain yang artinya pemilik dua cahaya.
Semasa hidup, Utsman memang sudah berkecimpung dalam dunia bisnis. Di tangan Utsman, semua bisnis yang dikelolanya selalu saja berkembang dengan baik.
Mungkin inilah bukti bahwa orang dermawan akan selalu diberikan rezeki yang berlimpah. Utsman bin Affan berasal dari kalangan bangsawan Suku Quraisy, kaya raya dan pengusaha yang sukses. Ia termasuk kelompok sahabat yang pertama-tama memeluk Islam.
Dalam perjalanan pulang dari perniagaannya di Syam, di sebuah tempat teduh antara Ma’an dan Zarqa, ia tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya itu ia mendengar seorang penyeru agar mereka yang tidur segera bangun, karena Ahmad telah bangkit di Makkah. Setibanya di Makkah, ia segera menemui sahabatnya, Abu Bakar dan menceritakan mimpinya. Ternyata Abu Bakar telah memeluk Islam, dan menceritakan tentang dakwah baru yang disampaikan Nabi SAW. Utsman yang sebelumnya memang begitu takjub dan terpesona dengan ketinggian dan kemuliaan akhlak Nabi SAW, segera saja meminta Abu Bakar mengantarnya menghadap Rasulullah SAW untuk berba’iat memeluk Islam.
Ketika keislamannya diketahui keluarganya, pamannya yang bernama Hakam bin Abul Ash bin Umayyah menangkap dan mengikatnya dengan tali, kemudian berkata, “Apakah kamu membenci agama nenek moyangmu dan lebih suka pada agama baru tersebut? Demi Allah, aku tidak akan melepaskan ikatanmu selamanya, jika kau tidak kembali ke agama nenek moyangmu!” Tetapi keimanan telah merasuki jiwanya sehingga dengan tegas ia berkata, “Demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama ini selama-lamanya, dan tidak akan berpisah dengannya.” Melihat keteguhannya yang rasanya tidak akan tergoyahkan, akhirnya Hakam melepaskan ikatannya.
Pada suatu hari, pernah dikisahkan pada era Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq terjadi krisis besar yang menimpa umat Islam. Kekeringan panjang melanda dan membuat banyak kaum Muslim menderita. Banyak lahan pertanian yang tak menghasilkan apa-apa.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 155 yang artinya:
“Dan sesungguhnya Kami akan beri kamu ujian dengan sebagian dari ketakutan dan kelaparan dan kekurangan harta dan jiwa dan buah-buahan, dan berilah kabar gembira kepada mereka yang sabar.”
Di saat inilah, salah satu bentuk kedermawanan Utsman bin Affan terbukti. ketika kapal-kapalnya berlabuh yang mengangkut banyak komoditas pangan. Para pedagang dan broker pun mencoba untuk menawarkan harga berlipat ganda, bahkan hingga sepuluh kali lipat dari harga biasa. Namun, Utsman menolak.
“Ada penawaran yang lebih tinggi dari pada itu,” kata Utsman.
Para broker mengeluh, “Siapa yang berani membeli lebih tinggi dari tawaran kami?”
“Allah SWT memberikan tawaran 700 kali lipat,” jawab Utsman.
Sebagai saudagar, tak seharusnya dia tertarik dengan laba di dunia. Karena, sebesar apa pun untungnya, sudah jelas sekali bahwa harta tidak akan dibawa mati. Ada baiknya, harta itu dizakatkan, diinfakkan, disedekahkan, dan dipinjamkan di jalan Allah SWT. Maka dari itu seluruh komoditas pangan yang dibawanya didermakan di jalan Allah SWT. Alih-alih dijual ke pedagang.
Keistimewaan yang ada pada diri Utsman tak hanya soal kebaikan hatinya dalam menyumbangkan sebagian hartanya kepada orang yang membutuhkan, tetapi juga dia tetap konsisten dalam menjaga ibadah setiap harinya. Sosok Utsman bin Affan menjadi perbuatan yang patut dicontoh dan bagaimana seharusnya seorang pedagang berbuat ketika banyak orang yang kesusahan.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 267 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Suatu ketika Utsman bin Affan yang tengah mempersiapkan kafilah dagang ke Syam dengan 200 ekor unta lengkap barang dan perbekalannya berikut 200 uqiyah, langsung dibelokkan ke masjid Nabi SAW untuk pasukan Tabuk. Itu belum cukup juga, ia menambah dan menambah hingga mencapai 900 unta dan 100 kuda, riwayat lain menyebutkan sebanyak 940 unta dan 60 kuda, lengkap dengan perlengkapan dan perbekalannya. Masih belum puas bersedekah, Utsman datang ke kamar Nabi SAW dan menyerahkan 700 uqiyah emas, riwayat lain menyebutkan 1000 atau 10.000 dinar, yang langsung diterima oleh tangan Rasulullah SAW sendiri.
Pada awal hijrah ke Madinah, kaum Muhajirin mengalami kesulitan air. Sebenarnya ada mata air yang mengeluarkan air tawar yang segar dan enak yang disebut Sumur Raumah. Sayangnya mata air ini dikuasai oleh orang Yahudi, yang menjualnya satu geriba air dengan segantang gandum. Kaum Muhajirin yang kebanyakan meninggalkan kekayaannya di Makkah tentu saja tak mampu membayarnya. Nabi SAW mengharapkan ada sahabat yang membeli telaga tersebut untuk kepentingan umat muslim, maka tampillah Utsman bin Affan memenuhi harapan Nabi SAW. Pada awalnya si Yahudi menolak menjualnya, maka Utsman bersiasat dengan membeli separuhnya saja. Si Yahudi setuju dengan harga 12.000 dirham, dengan pembagian, satu hari untuk Utsman dan satu hari untuk si Yahudi. Ketika giliran waktu untuk Utsman, kaum muslimin dan masyarakat Madinah yang membutuhkan air dipersilahkan untuk mengambilnya dengan gratis dan tanpa batas. Karena itu mereka menampung untuk dua hari. Ketika tiba giliran waktu untuk si Yahudi, tak ada lagi orang yang membeli air darinya sehingga ia kehilangan pendapatannya dari telaga tersebut. Akhirnya ia menjual bagiannya tersebut kepada Utsman seharga 8.000 dirham, sehingga masyarakat Madinah bisa memperoleh air segar telaga tersebut kapan saja dengan cuma-cuma.
Ketika kaum muslimin di Madinah makin banyak dan masjid tidak lagi bisa menampung, Nabi SAW bermaksud melakukan perluasan dengan membeli tanah dan bangunan di sekitar masjid. Tampillah Utsman untuk merealisasikan maksud Nabi SAW tersebut, dan tanpa segan ia mengeluarkan 15.000 dinar.
Begitupun setelah Fathul Makkah, Nabi SAW bermaksud memperluas Masjidil Haram dengan membeli tanah dan bangunan sekitar masjid, sekali lagi Utsman tampil memenuhi harapan Nabi SAW dengan mengeluarkan sedekah 10.000 dinar.
Utsman bin Affan merupakan sahabat yang pengusaha dan kaya raya sebagaimana Abdurrahman bin Auf. Mereka berdua juga sangat dermawan, dan termasuk dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga semasa hidupnya. Hanya saja tentang Abdurrahman bin Auf, Nabi SAW pernah bersabda bahwa ia akan masuk surga perlahan-lahan, dalam riwayat lain, dengan merangkak, karena hisab kekayaannya. Tetapi menyangkut Utsman bin Affan, beliau justru menyatakan, “Tidak ada yang membahayakan Utsman, setelah apa yang dilakukannya hari ini.”
Ungkapan dan sabda Nabi SAW tersebut mungkin merupakan puncak kekaguman dan penghargaan beliau atas pengorbanan Utsman atas kekayaannya, demi kepentingan ummat dan agama Islam.
Sumber :
https://www.islampos.com/belajar-kedermawanan-dari-utsman-bin-affan-1-221182/
https://www.islampos.com/belajar-kedermawanan-dari-utsman-bin-affan-2-habis-221183/